Rabu, 10 Oktober 2012

Esai Erlangga Ryansha


Memaknai Dimensi Pergerakan Mahasiswa 
Erlangga Ryansha/H14100132


Keberadaan mahasiswa sebagai tiang pancang pergerakan bukanlah hal yang bisa dipandang sebelah mata. Mahasiswa awalnya identik dengan kaum intelektual, kaum progresif yang memiliki ide-ide dan gagasan-gagasan. Selain itu, mahasiswa juga dikenal sebagai agent of change yang seharusnya mampu membuat arus perubahan yang signifikan bagi kemajuan suatu bangsa dan memiliki tanggung jawab moral untuk berdiri di garda terdepan dinamika kepemimpinan bangsa. Pada awalnya terdapat empat fungsi mahasiswa yakni agent of change, direct of change, iron stock, dan moral force. 

Itulah mengapa mahasiswa sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perubahan negeri ini, selain tanggung jawab mereka terhadap kegiatan akademik mereka. Namun, pada era ini, justru mahasiswa kehilangan ruh sebagai penggerak/penggagas dari suatu perubahan. Banyak mahasiswa yang sudah meninggalkan kebesaran identitas ke-mahasiswa-an mereka. Mahasiswa lebih cenderung berpikir pragmatis dan individualistis.

Selain itu, pada era ini juga terjadi distorsi dari karakter moral pribadi dan kebebasan individu akibat dari keberhasilan akademis naturalisme melakukan intervensi akademis dimana ada tindakan bahwa tidak ada Tuhan yang transenden dapat menyatakan diri-Nya kepada manusia dan atau siapa yang mampu mengendalikan urusan pencipta. Selain itu, terjadi distorsi karakter moral dan etika dikarenakan globalisasi yang ada. 

Peran mahasiswa sendiri tidak boleh dibatasi pada pergerakan semata. Namun secara umum, gerakan yang seharusnya terbangun adalah gerakan yang memiliki ruang lingkup fleksibel. Sebut saja gerakan vertikal dan horizontal yang terlihat abu-abu secara kasat mata. Mengapa abu-abu? Sebab tidak ada sekat yang jelas di antara keduanya yang memang dinilai perlu berjalan berdampingan. Gerakan vertikal yang menekankan pada penyaluran aspirasi kepada pemerintah atau sering dikenal dengan bottom up adalah langkah primer dalam menginisiasikan perubahan di masa menjelang reformasi lalu.

Dalam perjalanannya ternyata gerakan vertikal bisa dilihat dari kacamata moral. Jelas, menyuarakan kepentingan rakyat dengan gerakan turun ke jalan atau kajian adalah simbol hadirnya kedigdayaan mahasiswa. Di sisi lain, amat mendesak untuk dibangun gerakan horizontal yang tak kalah signifikan. Gerakan horizontal ialah gerakan basis ke masyarakat berupa pengembangan masyarakat (community development), bakti sosial, dan sebagainya.

Dilatarbelakangi kepekaan sosial yang tumbuh dari jiwa mahasiswa, pembangunan gerakan horizontal memang tak mudah. Tidak ada standar yang sama sejauh mana gerakan ini harus dilakukan. Namun, yang sering kali sangat disayangkan gerakan ini lebih bersifat satu arah bukannya memberdayakan. Sementara gerakan vertikal juga tak mampu berbicara banyak. 

Peningkatan kualitas moral ditelaah dari peran mahasiswa sejatinya memang diejawantahkan dalam gerakan vertikal. Gerakan inti utama mahasiswa ini akan menjadi semacam corong yang berfungsi untuk mengontrol (social control) kebijakan-kebijakan secara bottom-up. Secara nyata juga mahasiswa sebagai iron stock pengisi pos-pos kepemimpinan bangsa nantinya dituntut untuk kritis dalam menjalankan fungsinya sebagai agen perubahan itu sendiri. Dapat dikatakan, mahasiswa adalah dinamisator perubahan masyarakat sekaligus katalisator yang mempercepat perubahan sosial yang telah, akan, dan sedang berlangsung baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 

Sementara, kepekaan sosial yang diimplementasikan dalam gerakan horizontal digadang-gandang sebagai gerakan riil mahasiswa yang ditujukan sebagai penyeimbang gerakan vertikal. Melaluinya ada visi yang ingin dicapai, yaitu memberikan solusi dan kontribusi nyata atas permasalahan yang ada di tengah kondisi masyarakat yang mungkin sudah cukup lelah dengan pemerintahnya saat ini. Mahasiswa kemudian hadir menempati singgasana yang dekat dengan masyarakat, baik dalam arti masyarakat kampus maupun di luar kampus. Merupakan jembatan pada ranah sosial antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti pemetaan dan pemecahan masalah-masalah kehidupan sosial di masyarakat sesuai dengan bidangnya masing masing yang terintegrasi dan bersinergi satu sama lain. 

Saat cita-cita mulia peran mahasiswa tersebut dapat diwujudkan, tentunya masih ada satu aspek yang tidak dapat diabaikan. Tentunya sebagai pihak yang padanya digantungkan masa depan bangsa, tanggung jawab intelektual sebagai turunan dari gerakan diagonal tidak bisa dilupakan. Intelektualitas yang dimaksudkan bukan hanya sekedar intelek dalam satu dimensi, tetapi merupakan bentuk intelektualitas paripurna yang merupakan representasi dari tuntutan normatif dari kadar intelektualitas yang diinginkan lingkungan berbangsa dan bernegara. Intelektualitas paripurna ditafsirkan dalam tiga poin, yaitu ekstrapersonal, interpersonal, dan intrapersonal. Ekstrapersonal mewakili dimensi spiritualisme dari manusia, sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksudkan di dalam sila pertama Pancasila. Interpersonal dimaksudkan untuk mewakili dimensi sosial manusia, yang merupakan perwujudan sila ketiga dan kelima dari Pancasila. Kemudian poin Intrapersonal hadir sebagai bentuk penafsiran konsep diri pribadi manusia yang menghayati nilai-nilai sila kedua Pancasila. Pergerakan ini menjadi semacam komponen pendukung atau supporting system antara gerakan vertikal dan horizontal yang tercipta. Outputnya seperti prestasi dan inputnya seperti kegemaran, minat, bakat, media informasi, apresiasi, dan lain sebagainya. Bentuk dari gerakan ini sepatutnya teraplikasikan pada prototype gerakan vertikal maupun horizontal. Sehingga ketika pada akhirnya berdiri sebagai komponen pendukung, gerakan diagonal memiliki kekuatan tersendiri atau yang dikenal dengan istilah intellectual force.

Idealnya, kedua macam pergerakan itu seimbang. Tidak memilih di jalan vertikal atau horizontal saja. Pada realitanya, sebagian dari mahasiswa hanya mau melakukan satu macam gerakan saja. Padahal, hanya berpijak pada satu gerakan saja membuat kualitas moral dan kepekaan sosial yang ingin dicapai cenderung rapuh. Ibarat minyak dan air, kedua tidak bisa bersatu kecuali ada pengental. Di situlah ada gerakan diagonal yang berperan menyatukan. Meskipun nanti pada akhirnya ketiga gerakan ini sulit bersinergi sepenuhnya, namun ada jejak yang ditinggalkan dari setiap catatan pergerakan. Hal yang diharapkan sebenarnya sama, yaitu membawa Indonesia bertransformasi ke arah yang lebih baik. 

Singkat kata, mahasiswa sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang besar baik untuk diri sendiri maupun negeri ini. Tridarma Perguruan Tinggi merupakan landasan dan dasar tanggung jawab mahasiswa yang harus digerakkan secara simultan dan bersama-sama guna menyadari kewajibannya sebagai mahasiswa. 

Berawal dari dasar Tridarma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran sebagai media serta sarana untuk transfer ilmu, kemudian dilanjutkan melalui penelitian yang dilihat memiliki keterkaitan pembangunan dalam arti luas yang tidak hanya mengedepankan intelektual, tetapi perlu diterapkan ke masyarakat. Namun juga ditelaah lebih lanjut sebagai proyeksi gambaran masa depan. Selain itu ada satu aspek yang juga tidak kalah penting yaitu pengabdian kepada masyarakat, dalam rangka kontribusi langsung, konkrit, dan dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu pendek yang diharapkan menimbulkan umpan balik sebagai pengembangan ilmu teknologi dan pengetahuan lebih lanjut. 

Negeri ini butuh perubahan. Mahasiswa sebagai kaum intelektual merupakan satu-satunya pihak yang masih dipercaya rakyat guna menyampaikan aspirasi mereka kepada para penguasa. Terlaksananya pergerakan secara horizontal dan vertikal sudah layaknya menjadi jiwa yang berakar dalam kehidupan sehari-hari seorang mahasiswa, serta diperlukan keseimbangan antar keduanya dengan meningkatkan aspek pergerakan diagonal sebagai kodrat mahasiswa itu sendiri. Ketiga aspek pergerakan tersebut menjadi identitas seorang mahasiswa khususnya, karena ketiganya merupakan bentuk nyata dari simbol aspiratif, empati, dan intelek yang memberikan posisi mahasiswa di garda terdepan dalam peningkatan kualitas moral dan kepekaan sosial. Buka mata, buka telinga, tingkatkan kepedulian, dan bergeraklah. Lilin-lilin perjuangan mahasiswa tidak boleh mati agar kedzaliman tidak menjadi-jadi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar